Jasa lain dipotong PPh Pasal 23?

kitzstocker / envatoelements

Dalam rangka pemenuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan, tidak jarang Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemotong pajak menemui permasalahan terkait dengan penentuan jenis pajak yang semestinya diterapkan dalam berbagai kegiatan transaksi yang dihadapi. Beragamnya  penerapan tarif dan penentuan objek yang diatur dalam ketentuan perundangan perpajakan di Indonesia tidak jarang menimbulkan kebingungan yang mungkin saja dapat menyebabkan kesalahan pemotongan pajak.  Salah satu masalah dalam praktik yang sering menimbulkan kebingungan Wajib Pajak adalah terkait penentuan jenis pajak yang harus dipotong terkait dengan Jasa Lain berdasarkan  Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.03/2015 yang sebelumnya diatur dalam PMK Nomor 244/PMK.03/2008.  Pemahaman mengenai daftar jasa lain yang disebutkan dalam peraturan terkait pasti dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 merupakan hal yang perlu dikaji lebih lanjut. Mengingat selain objek pajak yaitu jasa, juga harus diperhatikan subjek pajak dalam hal ini penerima penghasilan. Dengan objek yang sama, yaitu jasa, memang tarif PPh Pasal 23 sebesar 2 % yang berlaku lebih kecil apabila dibandingkan dengan tarif yang diatur dalam PPh Pasal 21 ataupun PPh Pasal 4 ayat (2).

Hal yang perlu dipahami sebelumnya yaitu sesungguhnya pajak yang dipotong oleh Pemotong Pajak merupakan pajak milik lawan transaksi (Penerima Penghasilan). Pemotong Pajak diberikan kewajiban oleh Negara sebagai kepanjangan tangannya untuk “membantu” mengumpulkan pajak dalam mekanisme pemotongan pajak. Merujuk pada kewajiban oleh Pemotong Pajak tersebut, maka apabila terdapat kesalahan yang menyebabkan kekurangan pemotongan pajak dan menimbulkan sanksi perpajakan maka beban pajak “tambahan” tersebut bukan menjadi beban Penerima Penghasilan melainkan Pemotong Pajak. Dengan demikian, pemahaman yang baik mengenai konsep pemotongan pajak yang dikaitkan dengan dasar hukum yang berlaku akan memberikan keefektifan dan efisiensi dalam pelaksanaan kepatuhan pajak.

Jenis Jasa Lain

Jenis Jasa lain yang diatur berdasarkan PMK Nomor 141/PMK.03/2015 mengalami perbedaan yang lebih tepatnya mengarah pada penambahan jenis jasa lain sebanyak 35 (tiga puluh lima), apabila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yaitu PMK Nomor 244/PMK.03/2008. Berikut Jenis Jasa Lain yang dimaksud terdiri dari :

  1. Jasa penilai (appraisal);
  2. Jasa aktuaris;
  3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
  4. Jasa hukum;
  5. Jasa arsitektur;
  6. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
  7. Jasa perancang (design);
  8. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
  9. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
  10. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
  11. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
  12. Jasa penebangan hutan;
  13. Jasa pengolahan limbah;
  14. Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
  15. Jasa perantara dan/atau keagenan;
  16. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
  17. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);
  18. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
  19. Jasa mixing film;
  20. Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
  21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
  22. Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website;
  23. Jasa internet termasuk sambungannya;
  24. Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
  25. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
  26. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
  27. Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan udara;
  28. Jasa maklon;
  29. Jasa penyelidikan dan keamanan;
  30. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
  31. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
  32. Jasa pembasmian hama;
  33. Jasa kebersihan atau cleaning service;
  34. Jasa sedot septic tank;
  35. Jasa pemeliharaan kolam;
  36. Jasa katering atau tata boga;
  37. Jasa freight forwarding;
  38. Jasa logistik;
  39. Jasa pengurusan dokumen;
  40. Jasa pengepakan;
  41. Jasa loading dan unloading;
  42. Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
  43. Jasa pengelolaan parkir;
  44. Jasa penyondiran tanah;
  45. Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
  46. Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
  47. Jasa pemeliharaan tanaman;
  48. Jasa pemanenan;
  49. Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/atau perhutanan;
  50. Jasa dekorasi;
  51. Jasa pencetakan/penerbitan;
  52. Jasa penerjemahan;
  53. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  54. Jasa pelayanan kepelabuhanan;
  55. Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
  56. Jasa pengelolaan penitipan anak;
  57. Jasa pelatihan dan/atau kursus;
  58. Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
  59. Jasa sertifikasi;
  60. Jasa survey;
  61. Jasa tester, dan
  62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Keterangan: Warna merah tersebut di atas merupakan Jenis jasa lain yang sebelumnya tidak diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008

Pengecualian Jasa Lain

Terkait dengan Jasa Lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan terkait, Wajib Pajak sering kali melewatkan dua poin penting terkait hal yang dikecualikan dalam peraturan tersebut , sehingga dalam penerapannya banyak terjadi kesalahpahaman. Kedua poin pengecualian tersebut antara lain:

a. Pasal 1 PMK No 141/PMK.03/2015

“Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.”


Berdasarkan hal tersebut di atas bahwa jasa lain yang diatur dalam PMK Nomor 141/PMK.03/2015 tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 apabila jasa tersebut sebelumnya sudah dipotong PPh Pasal 21. Apabila mengacu pada PPh Pasal 21 bahwa pemotongan pajak dilakukan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh oleh penerima penghasilan berbentuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Kemudian, jika dibandingkan dengan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. Apabila dikaitkan dengan Pasal 2 Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008, Wajib Pajak dalam negeri meliputi  orang pribadi termasuk warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak dan badan. Dengan demikian perbedaan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 apabila disimpulkan terletak pada penerima penghasilan yang berbeda yaitu sebagai berikut:

PPh Pasal 23PPh Pasal 21
Penerima Penghasilan atas JasaWajib Pajak badan dalam Negeri atau bentuk Usaha TetapWajib Pajak orang pribadi dalam negeri
b.Pasal 2 PMK Nomor 141/PMK.03/2015

“Dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal imbalan sehubungan dengan jasa lain tersebut telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri.”

Berdasarkan hal tersebut diatas maka jasa lain yang sudah dikenai PPh Final maka dilakukan pemotongan PPh Pasal 23. Sebagai contoh adalah jasa lain terkait dengan Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel. Disebutkan bahwa Jasa Lain tersebut akan dipotong PPh Pasal 23 apabila yang melakukan jasa tersebut selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi karena bila demikian akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2).

   
Ketentuan Lainnya
  • Apabila Wajib Pajak yang melakukan jasa lain dan menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen).
  • Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak.
Contoh Kasus
1.PT ABC memberikan penghasilan sebesar Rp 100.000.000,- kepada PT XYZ (ber-NPWP) atas jasa penyelenggaraan kegiatan (event organizer).

Jawaban:

  • Penerima Penghasilan adalah PT XYZ yang merupakan Badan.
  • Objek Pajaknya adalah Jasa penyelenggaraan kegiatan (event organizer)
  • Maka atas transaksi tersebut terutang PPh Pasal 23 dan PT ABC bertindak sebagai Pemotong Pajak
  • PPh Pasal 23 = 2 % x Rp 100.000.000,- = Rp 2.000.000,-
2.PT DEF memberikan penghasilan sebesar Rp 50.000.000,- kepada Tuan Anwar (ber-NPWP) seorang pengacara yang memberikan jasa hukum.

Jawaban:

  • Penerima Penghasilan adalah Tuan Anwar yang merupakan Orang Pribadi.
  • Objek Pajaknya adalah Jasa hukum
  • Walaupun Jasa hukum termasuk dalam jenis jasa lain yang diatur dalam No 141/PMK.03/2015, tetapi penerima penghasilan adalah Orang Pribadi. Maka atas transaksi tersebut terutang PPh Pasal 21 dan PT DEF bertindak sebagai Pemotong Pajak
  • PPh Pasal 21 = 5 % x (Rp 50.000.000,- x 50%) = Rp 1.250.000,-
3.PT PQR memberikan penghasilan sebesar Rp 1.000.000.000,- kepada PT KLM (ber-NPWP) atas jasa pemasangan mesin . PT KLM adalah Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha kecil

Jawaban:

  • Penerima Penghasilan adalah PT KLM yang merupakan Badan
  • Objek Pajaknya adalah Jasa pemasangan mesin.
  • Walaupun Jasa pemasangan mesin termasuk dalam jenis jasa lain yang diatur dalam No 141/PMK.03/2015, tetapi PT KLM adalah Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.  Maka atas transaksi tersebut terutang PPh Pasal 4 (2) dan PT DEF bertindak sebagai Pemotong Pajak
  • PPh Pasal 4 (2) = 2% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 20.000.000,-
4.PT GHI memberikan penghasilan sebesar Rp 60.000.000 kepada Nona Suharti atas Jasa katering atau tata boga.

Jawaban:

  • Penerima Penghasilan adalah Nona Suharti yang merupakan Orang Pribadi.
  • Objek Pajaknya adalah Jasa katering atau tata boga.
  • Walaupun Jasa katering atau tata boga termasuk dalam jenis jasa lain yang diatur dalam No 141/PMK.03/2015, tetapi penerima penghsilan adalah Orang Pribadi. Maka atas transaksi tersebut terutang PPh Pasal 21 dan PT GHI bertindak sebagai Pemotong Pajak
  • PPh Pasal 21 = 5 % x (Rp 60.000.000,- x 50%) = Rp 1.500.000,-
5.PT NOP memberikan penghasilan sebesar Rp 150.000.000 kepada PT RST (tidak ber-NPWP) atas penyediaan Jasa internet termasuk sambungannya

Jawaban:

  • Penerima Penghasilan adalah PT RST yang merupakan Badan.
  • Objek Pajaknya adalah Jasa internet termasuk sambungannya.
  • Maka atas transaksi tersebut terutang PPh Pasal 23 dan PT NOP bertindak sebagai Pemotong Pajak
  • PPh Pasal 23 = 2 % x Rp 150.000.000,- = Rp 3.000.000,- . Namun karena PT RST (tidak ber-NPWP) maka PPh Pasal 23 yang seharusnya terutang adalah 200 % x  Rp 3.000.000,- = Rp 6.000.000,-
Categories: Arsip

Artikel Terkait